SELAMAT DATANG PARA TEMAN ILALANG

Senin, 05 Desember 2011


TUGAS PERBANDINGAN HUKUM PERDATA
“PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PERKAWINAN ANTARA NEGARA INDONESIA, FILIPINA, JEPANG DAN INGGRIS”



OLEH
MUH. RIDHA HAKIM
0810112100

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011


PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PERKAWINAN ANTARA NEGARA INDONESIA, FILIPINA, JEPANG DAN INGGRIS

A.    Hukum Perkawinan Indonesia
Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor  9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Perkawinan. Selain itu khusus bagi pemeluk agama islam diatur lebih rinci dalam Kompilasi Hukum Islam.
Perkawinan dalam hukum Indonesia didefinisikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari definisi tersebut tergambar bahwa dalam hukum perkawinan Indonesia merupakan suatu ikatan lahir dan batin dimana para pihak telah terdapat suatu konsensualisme sehingga terbentuk suatu keluarga. Persesauian kehendak tersebut mengikat secara lahir yang dapat diartikan bahwa perkawinan yang dilakukan melahirkan hak dan kewajiban terhadap hal-hal yang dapat dirasakan dengan  panca indera, meliputi kebutuhan-kebutuhan hidup baik primer, sekunder ataupun tersier. Selain itu ikatan tersebut juga terhadap batin dari kedua belah pihak dimana dalam perkawinan tersebut terdapat hak dan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan batin.
Dalam hukum perkawinan Indonesia yang dapat melangsungkan perkawinan adalah seorang pria dengan seorang wanita, dengan kata lain tidak dimungkinkan terjadinya pernikahan sesama jenis baik sesama laki-laki ataupun sesama wanita. Sehinggga apabila terjadi pekawinan seperti itu maka akan batal secara hukum.
Dalam hukum perkawinan Indonesia salah satu yang esensial adalah rumah tangga yang dibangun bertujuan untuk mencapai kebahagian dan bersifat kekal. Sehingga tidak dapat dibenarkan perkawinan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu atau biasa juga dikenal dengan kawin kontrak. Maka dari perceraianpun menjadi salah satu yang diperketat sehingga tidak mudah terjadinya perceraian. Selain itu dalam usaha untuk melakukan oerceraian dilakukan upaya-upaya perdamaian untuk menjaga keutuahan rumah tangga dan dapat menjalani rumah tangga yang bahagia  kembali.
Perkawinan Indonesia yang lebih didominasi dengan aturan-aturan agama islam juga mengatur bahwa bagi wanita hanya dapat memiliki suami satu orang. Sedangkan bagi pria dimungkinkan untuk dapat memiliki isteri lebih dari satu dengan ketentuan dan prosedur yang ketat. Suami dapat memiliki isteri sampai dengan empat orang dimana prosedur yang harus dilewati pertama-tamma haruslah dengan adanya persetujaun oleh pihak isteri yang kemudian diajukan ke pengadilan untuk diperiksa terlebih dahulu dan kemudian dituangkan dalam suatu penetapan untuk dapat berpoligami. Adapun isteri tidak mengizinkan namun dengan suatu keadaan yang tertentu masih tetap dapat dimungkinkan penetapan untuk berpoligami diberikan oleh hakim dalam penetapannya.
Untuk dapat melangsungkan perkawianan dalam hukum Indonesia haruslah minimal telah berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita. Ini dapat dikenal juga sebagai syarat subjektif dalam hukum perjajian dimana para pihak telah cakap hukum. Sebagaimana halnya syarat subjektif maka terhadap syarat ini dapat dimungkinkan juga untuk tidak terpenuhi namun tidak membatalkan perkawinan yang dilakukan dengan syarat telah mendapat izin dari orang tua. Setelah itu diperkuat dengan mengajukan permohonan dispensasi perkawinan ke pengadilan atau pejabat lain yang dimintakan oleh orang tua.
Dalam hukum positif yang mengatur perkawinan di Indonesia ditetapkan bahwa perkawinan yang akan dilakukan juga tidak bertentangan dengan ajaran agama yang dianut. Ini disebabkan karena terdapatnya beberapa agama yang mayoritas di Indonesia sehingga tanpa mengabaikan ajaran-ajaran agama tersebut maka perkawinan haruslah sesuai dengan ajaran agama yang diyakini kedua belah pihak.
Bagi pihak-pihak yang berbeda kewarganegaraan salah satu berkewargaan Indonesia dengan pihak lain dari kewarganegaraan asing dapat dimungkinkan untuk melangsungkan perkawinan di Indonesia dengan tunduk terhadap aturan-aturan yang telah berlaku di Indonesia. Dalam pelaksanaannya ada beberapa prosedur tambahan yang bersifat formalitas diantaranya melampirkan surat keterangan yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan kawin dengan WNI yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya.
Bahwa dalam hukum perkawinan di Indonesia perkawinan haruslah dicatatkan demi terwujudnya kepastian hukum terhadap para pihak dan juga anak yang nantinya lahir. Terhadap pernikahan yang belum tercatat maka dapat diajukan permohonan penetapan ke pengandilan untuk kemudian dapat dicatatkan perkawinannya.

B.     Hukum Perkawinan Filipina
Perkawinan di Negara Filipina diatur dalam Eksekutif Order nomor 209 tentang Kode Keluarga Filipina. Dalam aturan ini pada pasal 1 dijelaskan mengenai definisi dari perkawinan yaitu sebuah kontrak khusus dari serikat pekerja permanen antara seorang pria dan seorang wanita masuk kedalam sesuai dengan hukum untuk pembentukan kehidupan suami-istri dan keluarga. Perkawinan merupakan dasar dari keluarga dan lembaga social, dimana sifat diganggu gugat, konsekuensi dan insiden yang terjadi dalam perkawinan tersebut sepenuhnya diatur dan oleh hukum.
Dalam perkawinan Filipina sangat didominasi oleh agama katolik sebagai agama mayoritas dan resmi di Filipina. Terhadap perkawinan yang dilakukan oleh dua orang yang salah satu telah dibabtis dalam gereja Katolik atau diterima didalamnya dan tidak meninggalkannya secara resmi, sedangkan yang lain tidak dibabtis merupakan salah satu yang dinyatakan tidak sah sehingga tidak mungkin dapat dilakukan perkawinan terhadap pihak-pihak yang yang berbeda agama tersebut.
Dan terhadap dua orang yang akan melangsungkan perkawinan namun salah satu telah dibabtis dalam gereja Katolik sedangkan yang lain tercatat pada gereja atau persekututan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan gereja Katolik, atau dapat disederhanakan dengan perkawinan beda gereja (mixta religiosi) maka terhadap perkawinan tersebut dilarang, namun dapat tetap dilakukan penikahan dengan ketentuan bahwa telah mendapat izin dari Ordinaris Wilayah dikarenakan ada alasan yang wajar dan masuk akal.

C.    Hukum Perkawinan Jepang
Perkawinan di Negara Jepang pada dasarnya bersifaat monogamy namun kenyataannya masih banyak terjadi pria yang beristeri lebih dari satu dan keturunannya tetap diakui keberadaanya dalam masyarakat. Namun terhadap dalam hal pewarisan kekayaan maupun dalam lingkunagan sosial keberadaan mereka ditempatkan lebih rendah dari isteri sah dan anak-anaknya.
Berdasarkan undang-undang perdat Jepang, perkawinan baru dapat dianggap sah jika telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ø  Terdapat registrasi keluarga sebagai pernyataan secara tertulis bahwa telah terjadi ikatan keluarga yang diketahui oleh dua orang saksi dari masing-masing keluarga.
Ø  Kedua pihak yang melangsungkan perkawinan telah terdapat kesepakatan dan terhadap tidak terdapatnya kesepakatan atau atas dasar keterpaksaan maka perkawinan dapat dibatalkan.
Ø  Dari segi usia terhadap pria minimal berusia 18 tahun dan bagi wanita berumur 16 tahun.
Ø  Perkawinan tidak boleh dilangsungkan dengan orang yang memiliki hubungan darah deangn pasnagannya.
Ø  Terhadap para pihak yang yang belum melampaui usia minimal dapat melakukan perkawinan dengan syarat mendapat izin dari orang tua.

D.    Hukum Perkawinan Inggris
Perkawinan dapat dilakukan melalui gereja yang telah mendapatkan lisensi untuk melangsungkan perkawianan. Perkawinan yang dilangsungkan melalui gereja maka sertifikat perkawinannya dikeluarkan oleh gereja.
Sedangkan pernikahan yang dilakukan dikantor catatan sipil atau tempat lain yang mendapat izin dari pemerintah setempat maka sertifikat perkawinannya dikeluarkan kantor pencatatan tersebut. Terhadap perkawinan yang melalui kantor pencataan haruslah terlebih dahulu dipasang pengumuman selama lima belas hari dikantor register tersebut.
Batas usia minimal untuk dapat melakukan perkawinan adalah 18 tahun. Namun terhadap para pihak yang mengjukan perkawinan kurang dari usia tersebut tetap dapat melakukan perkawinan dengan adanya izin dari orang tua dan juga telah berusia 16 tahun.
Perkawianan poligami tidak dapat dilakukan di negara Inggris, dan bahkan dapat dianggap sebagai suatu kejahatan terhadap orang melakukan pernikahan poligami.
Terhadap perkawinan warga Negara Inggris yang dilakukan diluar negeri yang tidak termasuk kedalam negara persemakmuran tidak diharuskan untuk dicatatkan pada instansi pemerintah. Dan terhadap perkawinan yang dilakukan diluar negeri tersebut selama hukum Negara tersebut membenarkan perkawinan yang dilangsungkan maka perkawinan tersebut juga diakui di negara Inggris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar